Jumat, 21 November 2014

Mabni



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang  Masalah
Dalam Bahasa Arab tentu kita mengenal dengan Mu’rab dan Mabni. Kedua hal tersebut sangat penting untuk dipelajari dan dipahami, sebab tanpa memahami hal tersebut, tentunya kurang sempurna dalam mempelajari Bahasa Arab sehingga akan mempengaruhi terhadap kedudukan kalimah, bacaan maupun makna.
Mu’rab dan Mabni merupakan bagian yang penting dalam bahasa arab yang membahas tentang harkat dalam sebuah akhir kalimah baik isim, fiil maupun haraf.  Sebuah akhir kalimah itu bisa dibaca rofa’, nasab, khopad  ataupun Jazm, itu semua tergantung kepada apa termasuk kalimah mu’rob atau kalimah mabni dan juga tergantung pula kepada kedudukan kalimah tersebut.
Untuk lebih rincinya pembahasan kedua masalah tersebut, penulis mencoba ingin membahasnya dengan memunculkan beberapa permasalahan yang dituliskan dalam rumusan masalah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian, macam-macamnya serta syarat-syarat suatu kalimat dikatakan mabni?
2.      Bagaimana mabni yang terdapat pada kalimat isim, fi’il, dan huruf?
c. Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian, macam-macamnya serta syarat-syarat suatu kalimat dikatakan mabni.
2. Mengetahui terjadinya mabni yang terdapat pada kalimat isim, fi’il, dan huruf.

BAB II
PEMBAHASAN
Bina’ adalah bangunan. Bangunan seperti rumah misalnya, tetap keadaannya, tidak berubah-ubah. Demikian pula pengertian bina’ dalam bahasa Arab. Sedangkan definisi bina’ sebagai berikut.
“Bina’ itu ialah tetapnya huruf akhir kata dalam suatu keadaan.” (Musthafa Ghulayaini)
            Kata yang tetap keadaannya itu disebut “Mabniyyun”. Dan biasa disebut sebagai “Mabni” saja. Semua kata dalam Bahasa Arab, baik isim, fi’il maupun huruf ada yang mabni. Bahkan semua huruf adalah mabni.[1]
1.      Isim Mabni
Isim mabni adalah isim yang keadaan akhirnya tidak mengalami perubahan walaupun diletakkan pada posisi yang berbeda dalam suatu kalimat.
Sebelum pengklasifikasian isim yang mabni berikut akan dipaparkan terlebih dahulu sebab-sebab isim tersebut dikategorikan sebagai isim mabni.
1) Syibh wadh’iy
Keserupaan ini adalah pada asal muasal pembentukan isim. Dalam bentuknya, isim ini ada terdiri dari satu huruf, dua huruf, tiga huruf, empat huruf atau lebih, serupa dengan kalimat huruf yang terdiri dari satu, dua huruf, tiga huruf, empat huruf atau lebih. Yang masuk kategori syibh ini adalah isim dhomir.
Contoh: ه, تَ, تِ, تُ,كَ, كِ, يْ,  serupa dengan kalimat huruf: بِ, وَ, تَ,
 هو, هم, هي, ها, تم, نا  serupa dengan kalimat huruf: في, من, عن
هما, هنّ, أنتَ, أنتِ, أنا, نحن, كما, كنّ  serupa dengan kalimat huruf: آيْ, أجلْ, بلى, جَيْر, نعمْ
أنتم  serupa dengan kalimat huruf: حتّى, لولا, لكنّ
انتما, أنتنّ, أيّاكَ, إيّاكِ, إيّاي, إيّاه  serupa dengan kalimat huruf: لَكنّ  dan sebagainya.
2) Syibh Ma’nawiy
Keserupaan ini ada pada makna isim. Yaitu maknanya isim serupa dengan maknanya kalimat huruf, baik yang wujud (makna yang serupa tersebut bersifat konkrit dan dapat dikenali) ataupun tidak (tersirat dan hanya dapat diperkirakan).
a. Makna isim yang serupa wujud (sifatnya konkrit dan dapat dikenali). Yang termasuk kategori ini adalah isim istifham (kata tanya) dan isim syarat. Contoh:
متى تقوم؟  kapan kamu berdiri?, kataمتى  ini serupa dengan maknanya أ  huruf istifham: أتقوم؟  kapan kamu berdiri?
متى تقوم نقم  jika kamu berdiri maka akupun akan berdiri, kata متى  ini serupa dengan maknanya huruf إن شرطية  (huruf syarat)
b. Makna isim yang serupa tidak wujud (tidak tampak dan hanya dapat diperkirakan). Yang masuk kategori ini adalah isim isyaroh (kata tunjuk). Contoh:
هذا, هذه, ذلك, تلك, هؤلاء, هنا  dsb. Kata-kata ini (isim isyaroh) mengandung makna yang serupa dengan huruf yang tidak harusnya ada sebagai alat/ sarana untuk menunjukkan arti tunjuk namun dalam kenyataannya tidak ada (tidak wujud).
Makna isyaroh adalah termasuk makna huruf, karena pada umumnya segala makna mempunyai huruf untuk menegaskan makna tersebut, Misalnya makna nahi mempunyai huruf untuk merepresentasikan makna tersebut yaitu لا النهي. Begitu pula makna nafi mempunyai huruf untuk merepresentasikan makna tersebut yaitu ما النفي. Makna ta’kid (penegasan) mempunyai huruf yang merepresentasikan makna tersebut yaitu قد, dan seterusnya. namun khusus dalam makna isyaroh, makna ini tidak terwakili oleh suatu huruf.
3) Syibh isti’mali
Keserupaan ini ada pada segi penggunaannya (إستعمال). Yaitu isim ini dapat beramal seperti fiil namun tidak menerima atsar (objek) dari amalnya kata lain. Yaitu tidak seperti isim fail, isim maf’ul, masdar, isim sifat musyabbihah dan isim-isim lain yang dapat beramal seperti fiilnya namun juga dapat menerima atsar amalnya kata lain. Yang termasuk kategori ini adalah isim fiil. Seperti:
هَيْهَاتَ الْجَبَلُ, قَتَالٍ زَيْدًا
4) Syibh Iftiqoriy
Keserupaan ini ada pada sifatnya isim yang membutuhkan eksistensi kata lain guna melengkapi dan mempertegas makna isim tersebut, hal ini serupa dengan kalimat huruf yang senantiasa membutuhkan kehadiran kata lain untuk menjelaskan maknanya. Yang termasuk kategori ini adalah isim maushul.
Contoh:
الذي, التي, الذين, اللاتي, اللائي, اللذان, اللتان  dsb. Yang selalu membutuhkan shilah. Namun dalam syarh al-Kafiyah al-Kubro, Ibnu Malik menambahkan dua lagi sebab keserupaan isim mabni, yaitu:
5) Syibh Ihmali
Keserupaan isim dalam sifatnya tidak dapat beramal dan tidak menerima atsar amalnya kata lain. Seperti isim-isim pembuka (fawatih al-suwar) surat dalam Al-Qur an: الم, ن, ق, طسم
6) Syibh Lafdzi
Keserupaan isim yang secara lafadz mirip dengan huruf. Seperti حاشا yang isim mirip dengan حاشا yang huruf.[2]
Contoh:
هَذَا جَدِيْدٌ  (Ini baru)
قَرَأْتُ هَذَا  (Aku membaca ini)
فِي هَذَا قِِصَص  (Di dalam ini terdapat kisah-kisah)
Macam-Macam Isim Mabni
1. الضَمِيْرُ
Contoh: أَنْتَ – نَحْنُ – هُوَ
2. اِسْمُ الإِشَارَةِ
Contoh: هَذِهِ – هَؤُلاَءِ – ذَلِكَ
3. اَلاِسْمُ الَمْوْصُوْلُ
Contoh: اَلَّذِي – اَلَّتِي – اَلَّذِيْنَ
4. اِسْمُ الاِسْتِفْهَامِ
Contoh: مَنْ – أيْنَ – كَيْفَ
5. اِسْمُ الشَّرْطِ
Contoh: مَنْ – مَتَى –  مَا
Catatan:
1.      Dhommah merupakan ciri pokok isim marfu’, fathah merupakan ciri pokok isim manshub, dan kasroh merupakan ciri pokok isim majrur.
2.      Ada beberapa kelompok isim yang perubahan keadaan akhirnya tidak ditandai dengan perubahan harokat, akan tetapi dengan perubahan huruf.
Contoh:
مُسْلِمُوْنَ  (Marfu’)
مُسْلِمِيْنَ  (Manshub)
مُسْلِمِيْنَ  (Majrur)[3]
2.     Fi’il Mabni
Fi’il mabni adalah fi’il yang keadaan akhirnya selalu tetap dan tidak mengalami perubahan.

وَفِـــعْلُ أَمْـرٍ وَمُضِيٍّ بُنِـيَا ¤ وَأَعْرَبُوا مُضَارِعَاً إنْ عَرِيَا

Fi’il Amar dan Fi’il Madhi, keduanya dihukumi Mabni. Dan mereka Ulama. Nahwu sama menghukumi Mu’rab terhadap Fi’il Mudhari’ jika sepi…

مِنْ نُوْنِ تَوْكِيْدٍ مُبَاشِرٍ وَمِنْ ¤ نُوْنِ إنَــاثٍ كَيَرُعْنَ مَنْ فُـــتِنْ

…Dari Nun Taukid yang mubasyaroh (bertemu langsung) dan Nun Jamak Mu’annats, seperti lafadz: Yaru’na Man Futin.(Alfiyah bait 19-20)[4]
a. Fi’il Madhi
Contoh:
كَتَبَ مُحَمَّدٌ الرِّسَالَةَ  (Muhammad telah menulis surat itu)
مَا كَتَبَ مُحَمَّدٌ الرِّسَالَةَ  (Muhammad tidak menulis surat itu)
b. Fi’il Amr
Contoh:
اُكْتُبْ هَذَا الدَّرْسَ  (Tulislah pelajaran ini)
يَا أَخِيْ اُكْتُبْ هَذَا الدَّرْسَ  (Wahai saudaraku tulislah pelajaran ini)
c. Fi’il Mudhori’ yang bersambung dengan nun niswah atau dengan nun taukid
- Nun niswah adalah nun yang terdapat dalam suatu fi’il untuk menunjukkan jenis perempuan yang keadaannya berharokat fathah. Pada fi’il mudhori’, nun niswah terdapat pada fi’il َيَكْتُبْنَ dan تَكْتُبْنَ
Contoh:
الْمُسْلِمَاتُ يَكْتُبْنَ الرِّسَالَةَ  (Para muslimah sedang menulis surat)
الْمُسْلِمَاتُ لَنْ يَكْتُبْنَ الرِّسَالَةَ  (Para muslimah tidak akan menulis surat)
-          Nun taukid adalah huruf nun yang bersambung dengan suatu fi’il yang berfungsi sebagai penguat makna fi’il.
Contoh:
 أَ تَسْمَعَنَّ الأَذَانَ؟  (Apakah kamu benar-benar mendengar adzan?)
ألَمْ تَسْمَعَنَّ الأَذَانَ؟  (Apakah kamu benar-benar tidak mendengar adzan?)
Catatan:
·I’rob suatu kata ada 4 macam, yaitu rofa’, nashob, jar, dan jazm. Untuk isim hanya terdiri dari i’rob rofa’, nashob dan jar serta tidak ada i’rob jazm. Untuk fi’il hanya terdiri dari i’rob rofa’, nashob dan jazm serta tidak ada i’rob jar.
·Semua fi’il mudhori’adalah termasuk fi’il mu’rob, kecuali apabila bersambung dengan nun niswah atau nun taukid.[5]
3.     Mabni pada Huruf

وَكُلُّ حَـرْفٍ مُسْتَــحِقٌّ لِلْبِنَا ¤ وَالأَصْلُ فِي الْمَبْنِيِّ أَنْ يُسَكَّنَا

Semua Kalimah Huruf menghaki terhadap Mabni. Asal didalam Kemabnian adalah dihukumi Sukun.

وَمِنْهُ ذُو فَتْحٍ وَذُو كَسْرٍ وَضَمُّ ¤ كَأَيْنَ أَمْسِ حَيْثُ وَالْسَّــــاكِنُ كَمْ

Diantara hukum Mabni adalah Mabni Fathah, Mabni Kasroh dan Mabni Dhommah. Seperti lafadz: Aina, Amsi, Haitsu, dan Mabni Sukun seperti Lafadz Kam. .(Alfiyah bait 21-22)
Hukum asal memabnikan, baik kalimat isim, fi’il dan huruf adalah sukun, karena sukun itu ringan sedangkan mabni itu berat, dengan demikian terjadi keseimbangan.
Lafadz yang di mabnikan itu tidak akan menggunakan harokat kecuali ada sebabnya, seperti untuk menghindari bertemunya huruf yang mati. Bentuk Mabni huruf ada empat macam:
1.      Mabni Sukun.
Mabni sukun adalah bentuk asal Mabni. Karena merupakan paling ringannya syakal. Oleh karena itu ia bisa masuk pada Kalimah Isim, Kalimah Fi’il dan Kalimah Harf/huruf. contoh: اُكْتُبْ – كَمْ – مِنْ

سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ

Tanyakanlah kepada Bani Israil: “Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang nyata, yang telah Kami berikan kepada mereka.”
Kalimah Mabni ini tidak akan berharakah kecuali untuk mengantisipasi bertemunya dua huruf mati. Contoh: Diberi harakah kasroh

قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ

Berkata isteri Al Aziz




Diberi harakah dhommah

هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ

Mereka orang-orang yang mengatakan…

Diberi harakah fathah

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ

Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian
2.       Mabni fathah
Harakat fathah merupakan paling dekatnya harkat terhadap Sukun, oleh karena itu ia juga masuk kepada kalimah Isim, Fi’il dan Huruf. contoh: كَيْفَ – قَامَ – وَ

الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا

Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan.
3.      Mabni Kasrah
Masuk kepada kalimah Isim dan kalimah Huruf, tidak masuk kepada kalimah Fi’il contoh:

هَا أَنْتُمْ أُولاَءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلاَ يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ

Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya.
4.      Mabni Dhommah
Juga masuk kepada Kalimah Isim dan Kalimah Huruf, tidak masuk kepada Kalimah Fi’il. Seperti حَيْثُ  (Kalimah Isim) dan مُنْذُ  (Huruf Jarr). Sedangkan Harakah Dhommah pada akhir Kalimah Fi’il Madhi pada contoh اَلطُّلاَّبُ حَضَرُوا Bukanlah Harakah asli, namun ia adalah Harakah pengganti untuk memantaskan pada huruf Wau.
Mabni membuang Huruf Illah termasuk pada mabni sukun, karena ia pengganti dari mabni sukun.[6]





BAB III
PENUTUP
1.     Kesimpulan
a.       Kata yang tetap keadaannya itu disebut “Mabniyyun”. Dan biasa disebut sebagai “Mabni” saja.
b.      Isim mabni adalah isim yang keadaan akhirnya tidak mengalami perubahan walaupun diletakkan pada posisi yang berbeda dalam suatu kalimat.
c.       Fi’il mabni adalah fi’il yang keadaan akhirnya selalu tetap dan tidak mengalami perubahan. Ulama Nahwu bersepakat bahwa semua fi’il Madhi, fi’il Amar, dan sebagian fi’il mudhari’ termasuk mabni.
d.      Semua huruf pada dasarnya adalah mabni.
2.     Kritik dan Saran
Apabila dalam makalah ini terdapat berbagai macam kesalahan, penulis memohon saran serta kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini kedepannya.













Daftar Pustaka



[1] Drs. H. Abu Bakar Muhammad.Ilmu Nahwu.Karya Abditama, hal. 5-6
[2] http://sidiqelrowy.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 19 November 2014)
[3] Disadur dari http://badaronline.com, diedit oleh Abu Utsman.hal. 28
[4] Bahaud Din Abdullah Ibnu ‘Aqil. Terjemahan Alfiyah Syarah Ibnu ‘Aqil. PT. Sinar Baru Algesindo, hal. 15
[5]Disadur dari http://badaronline.com, diedit oleh Abu Utsman.hal. 40

Tidak ada komentar:

Posting Komentar