Sabtu, 29 November 2014

diary remaja tak waras

order buku ini di:
http://nulisbuku.com/books/view/diary-remaja-tak-waras-part-1-merokok-dan-pacaran

Sabtu, 22 November 2014

Mempertahankan Nyawa dengan Iman



SANTRI
            Tentunya kita semua ingat kisah Ashabul Ukhdud. Suatu kisah yang amat menarik tentang bagaimana mempertahankan keimanan sampai mengorbankan nyawanya. Seorang Pendeta dan temannya seorang sang pemuda rela digergaji sampai badannya terbelah menjadi dua bagian. Seorang pemuda yang rela mati disalib oleh sang raja dan penduduk-penduduk yang beriman, termasuk seorang bayi yang akhirnya juga ikut mati untuk mempertahankan imannya.
            Seorang santri tentunya pernah berkali-kali mendengar cerita ini sehingga sudah sangat familier sekali. Tujuan dari cerita tersebut agar seorang santri mampu mempertahankan imannya sampai diakhir hayatnya sebagaimana ayat berikut ini.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ ١٠٢
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Q.S. Ali Imran 3:102)
            Tetapi ayat itu belum sepenuhnya teraplikasi di dalam kehidupan spiritual seorang santri. Seharusnya santri bisa mempertahankan iman dengan nyawanya. Tetapi justru mempertahankan nyawa dengan imannya. Artinya, mereka beriman untuk mempertahankan eksistensi di depan ustadznya ataupun agar tidak terkena hukuman. Kondisi seperti ini sangat bertolak belakang dengan kondisi kehidupan spiritual ulama-ulama salafus shalih. Mereka sangat menjaga imannya walaupun nyawa sebagai taruhannya.
Lalu kalau kehidupan spiritual santri tetap seperti ini, maka bagaimana nanti ketika dihadapkan pada;
-          Kehidupan luar pesantren yang tidak ada hukuman ketika meninggalkan ibadah, bahkan cenderung pada kemaksiatan dan cuek dengan kegiatan ibadah. Apakah nanti iman di hatinya masih tersisa walau sebesar zarah?
Pada kenyataan yang terjadi saat ini, kebanyakan santri yang lulus dari pondok banyak meninggalkan amalan-amalan yang dulunya sempat mereka jalankan selama di pondok.
-          Seruan berjihad, mengorbankan nyawa dan harta benda. Akankah mereka mematuhi seruan itu?
Kita sering mendengar berita, umat islam di sana-sini diperangi oleh kaum kafirin tetapi mana peran alumni pesantren? Hampir tidak kelihatan. Sekedar mendoakan saja kadang sudah dianggap hal yang berat dan tidak punya waktu apalagi berbicara tentang jihad dengan nyawa dan harta benda.
            Sikap ini juga terasa bukan hanya setelah santri itu lulus dari pesantren tetapi ketika masih jadi santri pun efek itu sudah terasa. Yakni, mereka tidak bisa merasakan manisnya iman dan ibadah. Ibadah dianggap sebagai beban berat yang mau tidak mau harus dijalankan kalau tidak ingin mendapatkan hukuman.
            Menurut pendapat penulis seharusnya seorang santri ketika masih menjalankan proses belajarnya di pondok pesantren harus seperti Nabi Ibrahim AS yang mencari Tuhannya. Nabi Ibrahim AS berusaha untuk menganalisa tentang anggapan-angapan yang selama ini muncul tentang siapa yang harus dia Tuhankan. Seharusnya seorang santri pun begitu, berusaha menganalisa apa yang selama ini menjadi motivasi ibadahnya saat ini. Apakah seorang ustadz pantas dijadikan motivasi ibadah? Atau pantaskah pujian, baik itu dari teman maupun ustadz untuk dijadikan sebagai motivasi ibadah? Kalau begitu siapakah yang pantas dijadikan sebagai motivasi ibadah kita?
            Dalam pencarian ini pada akhirnya akan berujung pada sebuah kesimpulan bahwa apa yang selama ini dijadikan motivasi ibadah itu sebenarnya tidak pantas. Ini merupakan suatu titik tolak dari kesadaran itu, bahwa hanya Allah SWT yang pantas kita jadikan sebagai orientasi ibadah, bukan ustadz atau pujian. Dengan begitu secara otomatis akan memunculkan rasa bangga dengan keimanan yang dia miliki. Keimanan akan menjadi suatu aset terbesar yang harus dijaga walaupun nyawa sebagai taruhannya. Inilah kesadaran sejati itu, mempertahankan iman dengan nyawa bukan mempertahankan nyawa dengan iman.
Sekarang ini adalah saat yang tepat untuk melakukan pencarian itu, kalau tidak sekarang maka kapan lagi? Sehingga nanti ketika sudah lulus dari pondok, kesadaran sejati itu sudah terbentuk. Apapun godaan yang datang setelah lulus dari pondok pesantren akan dapat dengan mudahnya dihalau. Sebab keimanannya sudah seperti keimanan Ashabul Akhdud yang terpatri kuat dalam hatinya. Walau seribu rintangan tak akan mampu merobohkannya.

Jumat, 21 November 2014

Dari manakah asalnya kesombongan??

1.    Dari syetan
قَالَ أَنَا۠ خَيۡرٞ مِّنۡهُ خَلَقۡتَنِي مِن نَّارٖ وَخَلَقۡتَهُۥ مِن طِينٖ ٧٦  
“Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah" (Q.S. Shad 38:76)
Kemudian Allah SWT mengusir Iblis dari surga,
قَالَ فَٱخۡرُجۡ مِنۡهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٞ ٧٧

“Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk”. (Q.S. Shad 38:77)
2.    Dari Fir’aun
 فَقَالَ أَنَا۠ رَبُّكُمُ ٱلۡأَعۡلَىٰ ٢٤ فَأَخَذَهُ ٱللَّهُ نَكَالَ ٱلۡأٓخِرَةِ وَٱلۡأُولَىٰٓ ٢٥
“(Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi" (Q.S. An Nazi’at 79:24)
Kemudian Allah SWT mengadzabnya di dunia dan akherat,
فَأَخَذَهُ ٱللَّهُ نَكَالَ ٱلۡأٓخِرَةِ وَٱلۡأُولَىٰٓ ٢٥
“Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia”. (Q.S. An Nazi’at 79:25)
3.    Dari Qarun
قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلَىٰ عِلۡمٍ عِندِيٓۚ ….٧٨
“Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". (Q.S. Al Qashash 28:78)

Maka Allah SWT kemudian menyiksanya dengan menenggelamkan diri dan rumahnya ke dalam bumi.
فَخَسَفۡنَا بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلۡأَرۡضَ فَمَا كَانَ لَهُۥ مِن فِئَةٖ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُنتَصِرِينَ ٨١
“Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)”.(Q.S. Al Qashash 28:81)
            Mewarisi kesombongan mereka sama saja dengan ingin mewarisi adzab Allah SWT. So, berjalanlah di muka bumi ini dengan rendah hati.




Teori Berpikir



BAB I
Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Manusia dan hewan sama-sama menikmati fungsi pancaindra. Namun, manusia berbeda dari hewan karena akal budi yang dianugerahkan Allah dan kemampuan berpikir yang memungkinkan untuk mengadakan tinjauan dan pembahasan terhadap berbagai hal dan peristiwa, hal-hal yang umum dari bagian-bagian, dan menyimulkan berbagai kesimpulan dari premis-premis. Manusia mempunyai kemampuan kognitif yang sangat luar biasa, yaitu berpikir. Meskipun manusia bukanlah satu-satunya makhluk yang berpikir, tetapi tidak dapat disangkal bahwa manusia merupakan makhluk pemikir (hayawanun natiq).
Ketika mendefinisikan soal berpikir ini banyak terdapat adanya beberapa macam pendapat, diantaranya ada yang menganggap berpikir sebagai suatu proses asosiasi saja, adapula yang memandang berpikir sebagai proses penguat hubungan antara stimulus dan respon, ada yang mengemukakan bahwa berpikir itu merupakan suatu kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih, bahkan adapula yang mengatakan bahwa berpikir merupakan kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher level cognitive), seringpula dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan aktivitas psikis yang intensional. Lalu sebenarnya apakah berpikir itu?
2.      Rumusan Masalah
1.      Apakah berpikir merupakan aktivitas mental?
2.      Apa perbedaan antara berpikir dan bernalar?
3.      Apa hubungan antara berpikir dan bahasa?
4.      Apa macam-macam cara berpikir itu?
3.      Tujuan
1.      Mengetahui bahwa berpikir merupakan bagian dari aktivitas mental
2.      Mengetahui hubungan antara berpikir dan bernalar serta hubungan antara berpikir dengan bahasa
3.      Mengetahui macam-macam cara berpikir
BAB II
Pembahasan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa berpikir menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang di ingatan dan logika adalah pengetahuan tata kaidah berpikir atau jalan pikiran yang masuk akal.
Menurut, Philip L. Harriman mengungkapkan, bahwa berpikir (thinking) adalah istilah yang sangat luas dengan berbagai definisi misalnya angan-angan, pertimbangan, kreativitas, tingkah laku seperti jika (as If), pembicaraan yang lengkap, aktivitas idaman, pemecahan masalah, penentuan, perencanaan dan lain sebagainya; aktivitas dalam menanggapi suatu situasi yang tidak objektif yang menyerang organ pancaindra.
Dalam bukunya psikologi and life, Floyd L. Ruch dikatakan bahwa berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Dan secara singkat Anyta Taylor juga mendefinisikan Thinking is a inferring process (berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan).
Dari berbagai definisi di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa berpikir merupakan suatu proses yang dilakukan oleh otak seseorang untuk mendapat suatu kesimpulan atas sebuah solusi dari permasalahan.  
A.    Berpikir Sebagai Aktivitas Mental
Berfikir mencakup banyak aktivitas mental. Kita berfikir saat akan mamutuskan barang apa yang akan kita beli di toko. Kita berfikir saat melamun sambil menunggu kuliah dimulai. Kita berfikir saat mencoba memecahkan soal ujian yang diberikan di kelas. Kita berfikir saat menulis artikel, menulis makalah, menulis surat, membaca buku, membaca koran, merencanakan liburan, atau mengkhawatirkan suatu persahabatan yang terganggu.
Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kinerja otak. Berpikir jiga berarti berjerih payah secara mental untuk memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi.
Biasanya , kegiatan berpikir dimulai ketika muncul keraguan dan pertanyaan untuk dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan.
Kegiatan berpikir juga dirangsang oleh kekaguman dan keheranan dengan apa yang terjadi atau dialami. Kekaguman atau keheranan tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab. Dalam proses selama menjawab itulah kita telah berpikir.kita semua berpikir, tetapi dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian anak , umpamanya, tumbuh dengan kemahiran alami dalam bidang angka-angka. Namun sebagian anak lainnya mempunyai kemampuan”intuitif” dan ada juga anak-anak yang bagus dalam kata-kata.
Plato beranggapan bahwa berpikir adalah berbicara dalam hati. Sehubungan dengan pendapat plato ini, ada yang berpendapat bahwa berpikir adalah aktivitas ideasional. Pada pendapat yang terakhir itu dikemukakan dua kenyataan, yakni :
1.      Berpikir adalah aktivitas; jadi subjek yang berpikir aktif
2.      Aktivitas bersifat ideasional; jadi bukan sensoris dan juga bukan motoris, walaupun dapat disertai oleh kedua hal itu.
Piaget membuat teori bahwa cara berpikir logis berkembang secara bertahap, kira-kira pada usia dua tahun dan pada usia sekitar tujuh tahun. Periode sebelum usia dua tahun disebutnya periode sensorimotor, usia dua sampai tujuh tahun periode praoperasional, dan dari usia tujuh tahun sampai seterusnya periode operasional (yang dibaginya menjadi dua) – periode operasi konkret ( tujuh sampai sebelas tahun ) dan periode operasi formal (sebelas tahun sampai usia dewasa).
Menutrut piaget, cara berpikir ank-anak sama sekali tidak seperti cara berpikir orang dewasa. Pikiran anak anak tampaknya diatur berlainan dengan orang yang lebih besar. Anak anak kelihatannya memecahkan persoalan pada tingkatan yang sama sekali berbeda. Dengan penemuan Piaget ini, ia mulai menkaji perkembangan struktur mental.
Pada tahun-tahun terakhir ini, para ahli psikologi perkembangan telah berupaya mengamati cara anak-anak mancari arti mangenai benda-banda.perkembangan dari pengertian semacam ieu, pada anak-anak, tampak bergerak melelui tiga tahap yang besar. Anak-anak yang masih sangat muda, cenderung menemukan arti dari benda-benda melalui penghayatan. Manghayati disini berarti bertindak terhadap benda-benda tersebut, yaitu meraba, merasakan , dan memegangnya. Sebuah apel ialah apa yang menurut perasaan adalah seperti apel.
Lantas, sekitar umur kurang lebih lima tahun, karena suatu proses pematangan yang tidak begiyu jelas, anak-anak mulai berpikir melelui wujud. Mereka mulai memahami benda-benda melalui wujudnya. Jika kita bertanya kepadanya tentang apel, mereka cenderung untuk menyimpulkan secara umum gambar yang berada di dalam dirinya tentang apel, yang hampir-hampir merupakan gambaran satu-untuk-satu dari obyek yang sesungguhnya.
Selanjutnya, anak menuju tahap perkembangan proses berpikir berikutnya. Sekarang sebuah apel dapat dimengerti secara simbolikdengan menggunakan simbol abstrak sebagai sarana berpikir. Apel menjadi suatu buah-buahan yang dapatdimakan yang besarnya kira-kira sekian dan sifatnya demikian. Apel itu dimengerti sebagai simbol kata atau mungkin dengan angka. Adalah cukup beralasan bahwa bila dikatakan bahwa tingkatan dan batas berpikir melalui simbol sangat erat hubungannya dengan pendidikan, karena sebagian besar simbol yang kita pikirkan adalah buatan manusia dan diajarkan kepada kita oleh manusia lain. Maka, sebagian anak-anak dan sebagian masyarakat menembangkan perbendaharaan kata lebih cepat dan dalam batas-batas yang lebih luas ketimbang anak-anak lain atau sebagian masyarakat lainnya.
B.     Berpikir dan Bernalar
Menurut Sudarminta sesungguhnya berfikir lebih luas dari sekedar bernalar. Bernalar adalah kegiatan pikiran untuk menarik kesimpulan dari premis – premis yang sebelumnya sudah diketahui. Bernalar ada tiga bentuk :
Induktif : proses penarikan kesimpulan yang berlaku umum (universal) dari rangkaian kejadian yang bersifat khusus (particular).
Deduktif : penarikan kesimpulan khusus berdasarkan hukum atau pernyataan yang berlaku umum.
Abduktif : penalaran yang terjadi dalam merumuskan suatu hipotesis berdasarkan kemungkinan adanya korelasi antara dua atau lebih peristiwa yang sebelumnya sudah diketahui.
Kegiatan bernalar merupakan aspek yang amat penting dalam berfikir. Akan tetapi, menyamakan berfikir dengan bernalar, seperti dikatakan Sudarminta, merupakan suatu penyempitan konsep berfikir. Penalaran adalah kegiatan berfikir seturut asas kelurusan berfikir atau sesuai dengan hukum logika. Penalaran sebagai kegiatan berfikir logis belum menjamin bahwa kesimpulan ditarik atau pengetahuan yang dihasilkan pasti benar. Dalam bernalar memang belum ada benar – salah. Yang ada adalah betul – keliru, sahih atau tak sahih.
C.    Bahasa dan Pikiran
Bahasa merupakan suatu bentuk komunikasi terarah yang paling canggih bentuknya. Para ahli psikolinguistik memberikan definisi mengenai “tata bahasa” sebagai berikut: kumpulan aturan dan prinsip yang menentukan arti dari sebuah kalimat dalam penggunaan bahasa. Secara umum, tata bahasa sering memberikan arti yang tertentu, yaitu aturan yang berkaitan dengan aspek-aspek bahasa. Masyarakat manusia dalam budaya masing-masing telah mengembangkan bahasanya sendiri-sendiri. Sedangkan pada ekologis hewan, tidak satupun yang dapat mengembangkan bahasa. Martin Moynihan dari institute Smithsonian telah meneliti komunikasi yang diperlihatkan oleh jenis ikan, burung dan hewan menyusui lainnya. Dia menemukan bahwa hewan tersebut tidak dapat mengembangkan system komunikasi yang lebih baik lagi. Mereka (para hewan) hanya mampu memberikan isyarat komunikasi yang tidak lebih dari 10 sampai 37 pola saja. Memang hanya sebegitulah kemampuan otak hewan-hewan tersebut dalam setiap pola, agak mirip dengan kalimat dan digunakan dalam cara yang terus-menerus pada satu keadaan. Pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh hewan yang bersangkutan itu tampaknya amat terbatas, sehingga diperoleh kesan bahwa mereka tidak mampu mengungkapkan isi pikirannya secara lebih lengkap. Hal inilah yang membedakannya secara mencolok dengan makhluk manusia yang mampu berbahasa.
Banyak kemampuan yang diperlukan untuk berbahasa pada bayi manusia sudah tampak sejak dia dilahirkan. Setelah dia berumur 1 tahun, dia mulai dapat mengerti makna kata-kata dan menggunakan satu kata untuk mengungkapkan keseluruhan gagasannya. Anak kecil yang berumur 18 sampai 24 bulan, mulai dapat menggabung-gabungkan kata ke kalimat. Ucapan-ucapan mereka mulai terdengar mengikuti aturan-aturan tertentu. Anak yang berumur 3 sampai 4 tahun mulai dapat menyusun kalimat yang agak kompleks. Ucapan anak berumur 5 tahun sudah terdengar mirip percakapan orang dewasa, dan setelah itu dia mulai mengenal tata bahasa yang menjadi dasar bahasa.
Warga masyarakat dari kebudayaan tertentu akan membentuk konsep-konsep dan menemukan kecocokan dengan situasi tertentu. Hal ini dapat terjadi justru karena seluruh warga itu menggunakan bahasa yang sama, sehingga dapat sama-sama dimengerti, misalnya: suku Eskimo, untuk menggunakan 12 kata hanya untuk menjelaskan peristiwa turunnya salju. Sebaliknya, orang Inggris yang hanya mengenali satu kata saja untuk salju, tidak mungkin dapat membuat perbedaan yang terjadi ketika salju turun. Suku Indian Hopi melakukan penggolongan dari pengalaman mereka berdasarkan seberapa lama kejadian itu terjadi. Kejadian yang bergerak, mislnya: kilat, api, meteor, atau segolongan asap, menurut suku ini merupakan kata kerja. Dengan cara ini, besar kemungkinan budaya warga tersebut sngat menyadari akan kelangsungan sebuah gejala tertentu.
Menurut Usman Najati, informasi-informasi yang diperoleh seorang anak melalui panca indra pada periode pertama dari kehidupannya merupakan materi yang membantunya nanti dalam caranya berpikir. Termasuk dalam hal ini kemampuan anak tersebut dalam berbahasa.
Faktor keturunan dan lingkungan memengaruhi penguasaan berbahasa, dan selanjutnya penguasaan bahasa memengaruhi penguasaan berpikir. Ilmu seperti Whorf, pencetus teori Relativitas Bahasa (Linguistic Relativity hypothesis) bahkan berpendapat bahwa beberapa keistimewaan bahasa yang dipakai suatu bangsa tertentu membatasi cara-cara berpikir dan pandangan bangsa bersangkutan terhadap fenomena tempat mereka hidup. Ilmuwan ini menganggap bahwa susunan bahasa dan keistimewaan lain yang dimilikinya merupakan faktor dasar bagaimana suatu masyarakat memandang hakikat alam dan tempat mereka berada. 
Dengan demikian, kemampuan berpikir (pikiran) sangat berkaitan erat dengan kemampuan berbahasa. Hal ini karena kualitas dan kuantitas kemampuan berbahasa sangat menentukan kuantitas dan kualitas kemampuan berpikir. Jadi, jelaslah bahwa pikiran dan bahasa saling berhubungan satu sama lain dan saling memengaruhi intelegensi.
D.    Macam-Macam Berpikir
Apakah anda pernah berpikir bahwa cinta kasih itu sama dengan binatang? Bagaimana jalan pikirannya atau logikanya? Coba simak : Cinta kasih nampak sebagai penyayang, dedi penyayang binatang. Jadi cinta kasih identik dengan binatang. Apa yang keliru? Antara premis dan kesimpulan tidak ada hubungannya. Dalam topik bahasan ini anda akan belajar menguji jalan pikiran dengan tepat atau logis. Berpikir secara logis dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni:
1.      Berpikir Deduktif
Berpikir Deduktif adalah suatu cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
1. Setiap mamalia punya sebuah jantung (Premis Mayor)
2. Semua kuda adalah mamalia (Premis Minor)
3. setiap kuda punya sebuah jantung (Kesimpulan)
            Dalam berpikir deduktif didapati adanya premis mayor, premis minor dan kesimpulan. Oleh karena itu, apabila kedua premis itu ada yang salah maka dapat dipastikan kesimpulannya pun akan salah.
2.      Berpikir Induktif
Berpikir induktif merupakan suatu cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Contoh suatu pemikiran induksi:
1. Kuda sumba punya sebuah jantung
2. Kuda australia punya sebuah jantung
3. Kuda amerika punya sebuah jantung
4. Kuda inggris punya sebuah jantung
5. …
6. setiap kuda punya sebuah jantung. (Kesimpulan)
3.      Berpikir Evaluatif
Berpikir evaluatif adalah berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilai menurut kriteria tertentu.



BAB III
Penutup
1.      Kesimpulan
a.       Berpikir merupakan aktivitas mental.
b.      Berpikir berbeda dengan bernalar. Berpikir mempunyai cakupan yang lebih luas daripada sekedar bernalar.
c.       Bahasa sangat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat penggunanya.
d.      Berpikir terdiri dari tiga macam yakni: berpikir deduktif, berpikir induktif dan berpikir evaluative
2.      Kritik dan Saran
Dalam makalah ini tentunya terdapat berbagai macam kesalahan-kesalahan yang di luar sepengetahuan kami. Untuk itu demi perbaikan makalah ini kedepannya kami sangat menantikan kritik dan saran dari pembaca sekalian.


















Daftar Pustaka
Rahman Shaleh, Abdul.2004.Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta:Kencana