Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitqabnya Fathul Bari, bahwa
tidak semua orang bisa merasakan yang namanya manisnya iman. Sebagaimana
manisnya madu hanya akan dirasakan oleh orang yang sehat, sedangkan orang yang
sakit kuning tidak mampu merasakan manisnya madu. Demikian pula manisnya iman.
Ia hanya didapatkan oleh orang-orang yang imannya "sehat". Menurut hadist Nabi SAW
ada tiga syarat untuk memperoleh manisnya iman. Yakni, sebagaimana hadist
berikut ini.
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه
وسلم - قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ
الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى
الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ
Dari Anas, dari Nabi SAW beliau bersabda: "Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka."(H.R. bukhari no.16)
Dari hadis tersebut kita bisa ambil kesimpulan
bahwa untuk merasakan manisnya iman harus menjalankan ketiga hal yakni :
1. Menjadikan Alloh dan Rosulnya lebih dicintai
dari pada yang lainya
Bagaimana seseorang bisa merasakan kebahagiaan beribadah kepada Alloh dan
‘itibba’ kepada rosul ketika ada hal-hal lain yang lebih dicintainya. Tentunya
dia akan merasa lebih bahagia ketika bersama hal lain yang lebih dicintainya
tersebut, ketimbang Alloh SWT dan Rosul-Nya.
2. Mencintai seseorang semata-mata karena
Alloh.
Tentunya kita tidak munafik, bahwa selain
mencintai Allah SWT, kita juga mencintai seseorang, seperti mencintai
istri/suami, orang tua, kerabat dan teman kita. Tetapi itu semua harus ada
ilmunya. Caranya harus di manage,sebagaimana kisah pembicaraan fudail bin ‘iyad
dengan ayahnya berikut ini.
“Apakah ayah mencintai ibu dan bapak ayah?”
Tanya Fudail bin ‘Iyad
“Ya aku mencintainya” Jawab sang ayah.
“Apakah ayah juga mencintai ibuku?” Tanyanya
lagi
“Ya, aku juga mencintainya”. Sang Ayah
menjawab kembali.
“Apakah ayah juga mencintai aku, sebagai
anakmu?” Si Anak penasaran.
“Ya, aku mencintaimu nak”. Tegas sang
Ayah.
“Apakah ayah juga mencintai Allah dan Rasul-Nya?”
Tanya si anak.
“Ya, jelas aku mencintainya”. Jawab
sang Ayah
“Lalu bagaimana ayah membagi cinta ayah?”
Tanyanya penasaran.
Si Ayah menjawab dengan bijaksana: “Ayah
mencintai orang tua ayah, ibumu, dan kamu sendiri karena Allah SWT dan
Rasulnya.”
Orang yang mencintai seseorang bukan karena Alloh SWT dan Rosul-Nya, akan
sibuk mencari cara supaya mendapatkan cintanya dari orang tersebut. Waktunya
akan senantiasa terforsir oleh hal itu sehingga tidak ada waktu lagi untuk
merasakan manisnya iman ini melalui ibadah yang kita lakukan.
Terbukti pula orang yang mencintai seseorang yang bukan karena Allah dan
rasulnya, akan senantiasa merasa dikecewakan oleh timbal balik tingkahnya
lakunya yang diberikan kepadanya. Tetapi orang yang mendasarkan cintanta kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya, atas segala kecintaannya itu maka apapun timbal balik
tingkah laku yang diberikan olehnya dia tidak akan merasakan kekecewaan, karena
dia telah yakin semua itu akan mendapatkan keridhoan Tuhannya.
3. Benci kembali kepada kekukfuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke
dalam api neraka.
Seseorang dapat dipastikan masuk kedalam neraka dalam posisi kafir. Makanya
setelah dia mendapatkan hidayah dan mengetahui hal tersebut maka dia amat benci
untuk kembali kepada kekafiran setelah dia mendapatkan hidayah yang begitu
besar dan mulia.
Ciri – ciri orang yang merasakan manisnya iman
adalah sebagai berikut ini.
1. Merasakan ketenangan dan
kebahagiaan saat beribadah, kebanyakan orang akan merasa lega tatkala selesai
melaksanakan ibadah. Tetapi orang yang merasakan manisnya iman akan bahagia
akan apa yang diperolehnya saat melaksanakan ibadah bahkan tatkala selesai
melaksanakan ibadah. Karena ibadah bukan sebagai kewajiban tetapi sudah menjadi
sebuah kebutuhan baginya.
2. Terhindar dari segala macam kesedihan dan kegalauan. Hal ini karena
Alloh telah menjanjikan bagi orang-orang yang beriman, kebahagiaan di dunia
maupun di akherat. Sedangkan Alloh SWT, tidak pernah ingkar terhadap janjinya
tersebut, hal ini sebagaiman firman Alloh berikut ini :
Iwr& cÎ) uä!$uÏ9÷rr& «!$# w êöqyz óOÎgøn=tæ wur öNèd cqçRtøts ÇÏËÈ úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qçR%2ur cqà)Gt ÇÏÌÈ ÞOßgs9 3tô±ç6ø9$# Îû Ío4quysø9$# $u÷R9$# Îûur ÍotÅzFy$# 4 w @Ïö7s? ÏM»uHÍ>x6Ï9 «!$# 4 Ï9ºs uqèd ãöqxÿø9$# ÞOÏàyèø9$# ÇÏÍÈ
Artinya:
“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang
beriman dan mereka selalu bertakwa. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam
kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji)
Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (Q.S. Yunus 10: 62-64)
Khatimah
Ayo sahabat, kita berupaya untuk dapat
merasakan manisnya iman. Kita tidak suka yang pahit, kita tidak mau merasakan
pahitnya hidup, bahkan jamu yang pahit saja kita tidak suka. Nah, sekarang
bagaimana dengan kondisi iman kita saat ini, apakah sudah manis rasanya? Atau
kita sendiri malahan tidak bisa merasakan apa-apa, karena sensor rasa kita
sudah mati.
Ayo hidupkan kembali rasa iman kita dengan
ikhlas menjalankan ibadah kepada Alloh SWT yang wajib maupun yang sunnah dan
jadikan ibadah itu bagian dari gaya hidup kita dan kebutuhan kita. Sama seperti
ketika kita membutuhkan pakaian dan berbagai fasilitas dunia ini, maka ibadah
pun kita posisikan sama seperti hal-hal duniawi yang amat kita jaga dan kita
cintai itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar