BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam Bahasa
Arab tentu kita mengenal dengan Mu’rab dan Mabni. Kedua hal tersebut sangat
penting untuk dipelajari dan dipahami, sebab tanpa memahami hal tersebut,
tentunya kurang sempurna dalam mempelajari Bahasa Arab sehingga akan
mempengaruhi terhadap kedudukan kalimah, bacaan maupun makna.
Mu’rab dan
Mabni merupakan bagian yang penting dalam bahasa arab yang membahas tentang
harkat dalam sebuah akhir kalimah baik isim, fiil maupun haraf. Sebuah
akhir kalimah itu bisa dibaca rofa’, nasab, khopad ataupun Jazm, itu
semua tergantung kepada apa termasuk kalimah mu’rob atau kalimah mabni dan juga
tergantung pula kepada kedudukan kalimah tersebut.
Untuk lebih
rincinya pembahasan kedua masalah tersebut, penulis mencoba ingin membahasnya
dengan memunculkan beberapa permasalahan yang dituliskan dalam rumusan masalah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian, macam-macamnya serta
syarat-syarat suatu kalimat dikatakan mabni?
2.
Bagaimana mabni yang terdapat pada kalimat
isim, fi’il, dan huruf?
c. Tujuan
1. Mengetahui
tentang pengertian, macam-macamnya serta syarat-syarat suatu kalimat dikatakan
mabni.
2. Mengetahui terjadinya mabni yang terdapat
pada kalimat isim, fi’il, dan huruf.
BAB II
PEMBAHASAN
Bina’ adalah bangunan. Bangunan seperti rumah
misalnya, tetap keadaannya, tidak berubah-ubah. Demikian pula pengertian bina’
dalam bahasa Arab. Sedangkan definisi bina’ sebagai berikut.
“Bina’ itu ialah tetapnya huruf akhir kata
dalam suatu keadaan.” (Musthafa Ghulayaini)
Kata
yang tetap keadaannya itu disebut “Mabniyyun”. Dan biasa disebut sebagai
“Mabni” saja. Semua kata dalam Bahasa Arab, baik isim, fi’il maupun huruf ada
yang mabni. Bahkan semua huruf adalah mabni.[1]
1.
Isim Mabni
Isim mabni
adalah isim yang keadaan akhirnya tidak mengalami perubahan walaupun diletakkan
pada posisi yang berbeda dalam suatu kalimat.
Sebelum pengklasifikasian isim yang mabni berikut akan dipaparkan
terlebih dahulu sebab-sebab isim tersebut dikategorikan sebagai isim mabni.
1) Syibh wadh’iy
Keserupaan
ini adalah pada asal muasal pembentukan isim. Dalam bentuknya, isim ini ada
terdiri dari satu huruf, dua huruf, tiga huruf, empat huruf atau lebih, serupa
dengan kalimat huruf yang terdiri dari satu, dua huruf, tiga huruf, empat huruf
atau lebih. Yang masuk kategori syibh ini adalah isim dhomir.
Contoh: ه,
تَ, تِ, تُ,كَ, كِ, يْ, serupa dengan kalimat huruf: بِ, وَ, تَ,
هو, هم, هي, ها, تم,
نا serupa dengan kalimat huruf: في, من, عن
هما, هنّ, أنتَ, أنتِ, أنا, نحن, كما, كنّ serupa
dengan kalimat huruf: آيْ,
أجلْ, بلى, جَيْر, نعمْ
أنتم serupa dengan kalimat huruf: حتّى, لولا, لكنّ
انتما, أنتنّ, أيّاكَ, إيّاكِ, إيّاي, إيّاه serupa dengan kalimat huruf: لَكنّ dan
sebagainya.
2) Syibh Ma’nawiy
Keserupaan ini ada pada makna isim. Yaitu maknanya isim serupa
dengan maknanya kalimat huruf, baik yang wujud (makna yang serupa tersebut bersifat
konkrit dan dapat dikenali) ataupun tidak (tersirat dan hanya dapat
diperkirakan).
a. Makna isim yang serupa wujud (sifatnya konkrit dan dapat
dikenali). Yang termasuk kategori ini adalah isim istifham (kata tanya) dan
isim syarat. Contoh:
متى تقوم؟ kapan kamu berdiri?,
kataمتى ini
serupa dengan maknanya أ huruf istifham: أتقوم؟ kapan
kamu berdiri?
متى تقوم نقم jika
kamu berdiri maka akupun akan berdiri,
kata متى ini
serupa dengan maknanya huruf إن
شرطية (huruf
syarat)
b. Makna isim yang serupa tidak wujud (tidak tampak dan
hanya dapat diperkirakan). Yang masuk kategori ini adalah isim isyaroh (kata
tunjuk). Contoh:
هذا, هذه, ذلك, تلك, هؤلاء, هنا dsb. Kata-kata ini (isim isyaroh) mengandung makna yang serupa
dengan huruf yang tidak harusnya ada sebagai alat/ sarana untuk menunjukkan
arti tunjuk namun dalam kenyataannya tidak ada (tidak wujud).
Makna isyaroh adalah termasuk makna huruf, karena pada umumnya
segala makna mempunyai huruf untuk menegaskan makna tersebut, Misalnya makna
nahi mempunyai huruf untuk merepresentasikan makna tersebut yaitu لا النهي. Begitu pula makna nafi
mempunyai huruf untuk merepresentasikan makna tersebut yaitu ما النفي. Makna ta’kid (penegasan) mempunyai huruf yang merepresentasikan
makna tersebut yaitu قد, dan seterusnya. namun khusus dalam makna isyaroh, makna ini
tidak terwakili oleh suatu huruf.
3) Syibh isti’mali
Keserupaan ini ada pada segi penggunaannya (إستعمال). Yaitu isim ini dapat
beramal seperti fiil namun tidak menerima atsar (objek) dari amalnya kata lain.
Yaitu tidak seperti isim fail, isim maf’ul, masdar, isim sifat musyabbihah dan
isim-isim lain yang dapat beramal seperti fiilnya namun juga dapat menerima
atsar amalnya kata lain. Yang termasuk kategori ini adalah isim fiil. Seperti:
هَيْهَاتَ الْجَبَلُ, قَتَالٍ زَيْدًا
4) Syibh Iftiqoriy
Keserupaan ini ada pada sifatnya isim yang membutuhkan eksistensi
kata lain guna melengkapi dan mempertegas makna isim tersebut, hal ini serupa
dengan kalimat huruf yang senantiasa membutuhkan kehadiran kata lain untuk
menjelaskan maknanya. Yang termasuk kategori ini adalah isim maushul.
Contoh:
الذي, التي, الذين, اللاتي, اللائي, اللذان, اللتان dsb. Yang selalu membutuhkan shilah. Namun dalam syarh
al-Kafiyah al-Kubro, Ibnu Malik menambahkan dua lagi sebab keserupaan isim
mabni, yaitu:
5) Syibh Ihmali
Keserupaan isim dalam sifatnya tidak dapat beramal dan tidak
menerima atsar amalnya kata lain. Seperti isim-isim pembuka (fawatih
al-suwar) surat dalam Al-Qur an: الم, ن, ق, طسم
6) Syibh Lafdzi
Keserupaan
isim yang secara lafadz mirip dengan huruf. Seperti حاشا yang isim mirip
dengan حاشا yang huruf.[2]
Contoh:
هَذَا جَدِيْدٌ (Ini baru)
قَرَأْتُ هَذَا (Aku membaca ini)
فِي هَذَا
قِِصَص (Di dalam ini
terdapat kisah-kisah)
Macam-Macam
Isim Mabni
1. الضَمِيْرُ
Contoh: أَنْتَ – نَحْنُ
– هُوَ
2. اِسْمُ الإِشَارَةِ
Contoh: هَذِهِ –
هَؤُلاَءِ – ذَلِكَ
3. اَلاِسْمُ
الَمْوْصُوْلُ
Contoh: اَلَّذِي –
اَلَّتِي – اَلَّذِيْنَ
4. اِسْمُ
الاِسْتِفْهَامِ
Contoh: مَنْ – أيْنَ –
كَيْفَ
5. اِسْمُ الشَّرْطِ
Contoh: مَنْ – مَتَى
– مَا
Catatan:
1.
Dhommah merupakan ciri pokok isim marfu’,
fathah merupakan ciri pokok isim manshub, dan kasroh merupakan ciri pokok isim
majrur.
2.
Ada beberapa kelompok isim yang perubahan
keadaan akhirnya tidak ditandai dengan perubahan harokat, akan tetapi dengan
perubahan huruf.
Contoh:
مُسْلِمُوْنَ (Marfu’)
مُسْلِمِيْنَ (Manshub)
2.
Fi’il Mabni
Fi’il mabni
adalah fi’il yang keadaan akhirnya selalu tetap dan tidak mengalami perubahan.
وَفِـــعْلُ أَمْـرٍ وَمُضِيٍّ بُنِـيَا ¤ وَأَعْرَبُوا مُضَارِعَاً إنْ عَرِيَا
Fi’il
Amar dan Fi’il Madhi, keduanya dihukumi Mabni. Dan mereka Ulama. Nahwu sama
menghukumi Mu’rab terhadap Fi’il Mudhari’ jika sepi…
مِنْ نُوْنِ تَوْكِيْدٍ مُبَاشِرٍ وَمِنْ ¤ نُوْنِ إنَــاثٍ كَيَرُعْنَ مَنْ فُـــتِنْ
…Dari
Nun Taukid yang mubasyaroh (bertemu langsung) dan Nun Jamak Mu’annats, seperti
lafadz: Yaru’na Man Futin.(Alfiyah bait 19-20)[4]
a. Fi’il Madhi
Contoh:
كَتَبَ
مُحَمَّدٌ الرِّسَالَةَ (Muhammad telah
menulis surat itu)
مَا كَتَبَ
مُحَمَّدٌ الرِّسَالَةَ (Muhammad tidak
menulis surat itu)
b. Fi’il Amr
Contoh:
اُكْتُبْ هَذَا
الدَّرْسَ (Tulislah
pelajaran ini)
يَا أَخِيْ
اُكْتُبْ هَذَا الدَّرْسَ (Wahai
saudaraku tulislah pelajaran ini)
c. Fi’il
Mudhori’
yang bersambung dengan nun niswah atau dengan nun taukid
-
Nun niswah
adalah nun yang terdapat dalam suatu fi’il untuk menunjukkan jenis perempuan
yang keadaannya berharokat fathah. Pada fi’il mudhori’, nun niswah terdapat
pada fi’il
َيَكْتُبْنَ dan تَكْتُبْنَ
Contoh:
الْمُسْلِمَاتُ
يَكْتُبْنَ الرِّسَالَةَ (Para muslimah
sedang menulis surat)
الْمُسْلِمَاتُ
لَنْ يَكْتُبْنَ الرِّسَالَةَ (Para muslimah tidak akan
menulis surat)
-
Nun taukid adalah huruf nun yang bersambung dengan suatu
fi’il yang berfungsi sebagai penguat makna fi’il.
Contoh:
أَ تَسْمَعَنَّ الأَذَانَ؟ (Apakah kamu benar-benar mendengar adzan?)
ألَمْ
تَسْمَعَنَّ الأَذَانَ؟ (Apakah kamu
benar-benar tidak mendengar adzan?)
Catatan:
·I’rob suatu
kata ada 4 macam, yaitu rofa’, nashob, jar, dan jazm. Untuk isim hanya terdiri
dari i’rob rofa’, nashob dan jar serta tidak ada i’rob jazm. Untuk fi’il
hanya terdiri dari i’rob rofa’, nashob dan jazm serta tidak ada i’rob jar.
·Semua fi’il
mudhori’adalah termasuk fi’il mu’rob, kecuali apabila bersambung dengan nun
niswah atau nun taukid.[5]
3.
Mabni pada
Huruf
وَكُلُّ حَـرْفٍ مُسْتَــحِقٌّ لِلْبِنَا ¤ وَالأَصْلُ فِي الْمَبْنِيِّ أَنْ يُسَكَّنَا
Semua
Kalimah Huruf menghaki terhadap Mabni. Asal didalam Kemabnian adalah dihukumi
Sukun.
وَمِنْهُ ذُو فَتْحٍ وَذُو كَسْرٍ وَضَمُّ ¤ كَأَيْنَ أَمْسِ حَيْثُ وَالْسَّــــاكِنُ كَمْ
Diantara hukum Mabni adalah
Mabni Fathah, Mabni Kasroh dan Mabni Dhommah. Seperti lafadz: Aina, Amsi,
Haitsu, dan Mabni Sukun seperti Lafadz Kam. .(Alfiyah bait 21-22)
Hukum asal memabnikan, baik kalimat isim, fi’il dan huruf
adalah sukun, karena sukun itu ringan sedangkan mabni itu berat, dengan
demikian terjadi keseimbangan.
Lafadz yang di mabnikan itu tidak akan menggunakan harokat
kecuali ada sebabnya, seperti untuk menghindari bertemunya huruf yang mati. Bentuk
Mabni huruf ada empat macam:
1.
Mabni Sukun.
Mabni sukun adalah bentuk asal Mabni. Karena merupakan paling ringannya
syakal. Oleh karena itu ia bisa masuk pada Kalimah Isim, Kalimah Fi’il dan
Kalimah Harf/huruf. contoh: اُكْتُبْ – كَمْ – مِنْ
سَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَمْ آتَيْنَاهُمْ مِنْ آيَةٍ بَيِّنَةٍ
Tanyakanlah kepada Bani
Israil: “Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang nyata, yang telah Kami
berikan kepada mereka.”
Kalimah Mabni ini tidak akan berharakah kecuali untuk mengantisipasi
bertemunya dua huruf mati. Contoh: Diberi harakah kasroh
قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ
Berkata isteri Al Aziz
Diberi harakah dhommah
هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ
Mereka orang-orang
yang mengatakan…
Diberi harakah fathah
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ
Di antara manusia ada
yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian
2. Mabni fathah
Harakat fathah merupakan paling dekatnya harkat terhadap Sukun, oleh
karena itu ia juga masuk kepada kalimah Isim, Fi’il dan Huruf. contoh: كَيْفَ – قَامَ –
وَ
الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا
Sekarang Allah telah
meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan.
3.
Mabni Kasrah
Masuk kepada kalimah Isim dan kalimah Huruf, tidak masuk kepada kalimah
Fi’il contoh:
هَا أَنْتُمْ أُولاَءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلاَ يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ
Beginilah kamu, kamu menyukai
mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab
semuanya.
4. Mabni Dhommah
Juga masuk
kepada Kalimah Isim dan Kalimah Huruf, tidak masuk kepada Kalimah Fi’il.
Seperti حَيْثُ (Kalimah
Isim) dan مُنْذُ (Huruf Jarr). Sedangkan
Harakah Dhommah pada akhir Kalimah Fi’il Madhi pada contoh اَلطُّلاَّبُ
حَضَرُوا Bukanlah Harakah asli,
namun ia adalah Harakah pengganti untuk memantaskan pada huruf Wau.
Mabni membuang
Huruf Illah termasuk pada mabni sukun, karena ia pengganti dari mabni sukun.[6]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
a.
Kata yang tetap keadaannya itu disebut
“Mabniyyun”. Dan biasa disebut sebagai “Mabni” saja.
b.
Isim mabni adalah isim yang keadaan akhirnya
tidak mengalami perubahan walaupun diletakkan pada posisi yang berbeda dalam
suatu kalimat.
c.
Fi’il mabni adalah fi’il yang keadaan akhirnya
selalu tetap dan tidak mengalami perubahan. Ulama Nahwu bersepakat bahwa semua
fi’il Madhi, fi’il Amar, dan sebagian fi’il mudhari’ termasuk mabni.
d.
Semua huruf pada dasarnya adalah mabni.
2.
Kritik dan Saran
Apabila dalam makalah ini terdapat berbagai macam kesalahan,
penulis memohon saran serta kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
kedepannya.
Daftar Pustaka
[1]
Drs. H. Abu Bakar Muhammad.Ilmu Nahwu.Karya Abditama, hal. 5-6
[2]
http://sidiqelrowy.blogspot.com/
(diakses pada tanggal 19 November 2014)
[3]
Disadur
dari http://badaronline.com, diedit oleh Abu Utsman.hal. 28
[4]
Bahaud Din Abdullah Ibnu ‘Aqil. Terjemahan Alfiyah Syarah Ibnu ‘Aqil.
PT. Sinar Baru Algesindo, hal. 15
[5]Disadur
dari http://badaronline.com, diedit oleh Abu Utsman.hal. 40
[6]
http://nahwusharaf.wordpress.com/category/kitab-alfiyah-ibnu-malik/bab-murob-dan-mabni/bait-21-22/
diakses pada 20 November 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar