Senin, 01 Juni 2015

Diary Kusam Tukang Bakso



/1/
Di sudut kota tua
Diantara lalu lalang mobil-mobil tua
Dalam keramaian muda mudi buka para tetua
Ada pak tua….
Dengan lapak tuanya
Dari sejak muda hingga sekarang telah tua[1]
Berjualan bakso di lapak tuanya

Sugiman, itulah nama pemberian orang tuanya
Nama yang sederhana memang sesederhana lapaknya
Tetapi kalau diteliti baik-baik ternyata nama itu mengandung dua bahasa dan dua arti
Dia tak pernah tau itu dan orang tuanya pun tak pernah tau itu pula
Berasal dari kata sugih dan man
Sugih berasal dari Bahasa Jawa yang artinya kaya
Man berasal dari Bahasa Inggris yang berarti manusia
Secara etimologis berarti manusia yang kaya
Begitulah kira-kira menurut para kaum intelek
Tapi jalan hidupnya tak seindah namanya
Dompetnya selalu menderita penyakit kanker

Kepalanya tak bulat sempurna tapi kurang lebih seperti bakso yang ia jual
Benjol sana benjol sini tak beraturan
Rambutnya keriting panjang tak terurus, tak pernah disisir, tak pernah keramas
Daripada dengan rambut lebih mirip dengan mie kuning yang dimuntahkan anak kecil berambut pirang di sisi sebelah sana
Di kakinya ada bekas koreng dan borok beberapa tahun lalu yang semakin menambah makin menjijikkan dan memuakkan melihatnya

Lantai lapak itu kelihatan penuh dengan bercak-bercak kotor
Tiap saat sandal dari tempat antah berantah menginjaknya
Tak tau apa saja gerangan yang sudah diinjaknya
Mungkin bangkai dari segala jenis bangkai, mungkin kotoran dari segala jenis kotoran atau mungkin ludah dari segala macam mulut
Kemudian sandal itu menginjaknya tanpa kenal ampun
Mungkin karena lantai tak pernah sekalipun menjerit atau protes
Lantai tak pernah ingin jadi atap apalagi menjadi tiang
Tak seperti manusia yang inginnya menjadi pejabat
Kalau menjadi pejabat semua siapa yang akan membersihkan sampah
Siapa nanti yang akan menyedot WC yang penuh
Menjadi lucu jika pejabat sibuk membersihkan sampah atau pejabat menyedot WC



/2/
Istrinya Paijem namanya
Orangnya gembrot
Mulutnya lebih mirip burung Betet selalu berkicau cempreng
Apalagi saat sedang ngrumpi atau sedang naik pitam
Wajahnya mirip artis atau lebih tepatnya mirip artis yang baru saja kecebur dalam wajan penggorengan
Mulutnya baru bisa diam saat hanya pada saat-saat sakral
Saat sedang meriang, sakit gigi atau sariawan

Buah perkawinannya telah menghasilkan buah yang dinamakan Tono dan Toto
Tono adalah kakak Toto
Tono anak yang terkenal cerdas di sekolahnya tapi terkenal liciknya di rumah
Kalau sedang ngambeg Tono pergi kemudian ayah-ibunya mencari kesana kemari
Saat itulah Tono kembali ke rumah lewat cendela belakang rumah
Menyelinap masuk rumah
Kemudian masuk ke kolong tempat tidur dan tidur disana
Ayah-ibunya kebingunggan mencarinya sementara ia sedang asyik berlayar menuju pulau kapuk
Lain dengan Tono, Toto anak penurut, tak pernah membantah apalagi mendebat
Mungkin karena otaknya hanya sebesar otak semut
Kadang ia loncat-loncat kegirangan ketika mendapat nilai dua puluh lima padahal teman-temannya mendapat nilai seratus
Sementara itu diujung jalan sana teman-temannya mentertawakan kebodohannya itu



/3/
“Anjing!!!”….  “Kucing!!!”…. “Jerapah!!!”
Sumpah serapah yang sering diucapkan Pak sugiman saat lupa menaruh uang
Memang benar peribahasa yang mengatakan “Mulutmu kebun binatangmu”[2]
Sering juga mengacung-acungkan golok  ke udara menantang maling uangnya
Pelangannya lama-lama tidak nyaman dan satu persatu pergi
Setelah capek ia lalu duduk di kursi warna biru reot itu
Saat itu ia baru menyadari ternyata uangnya tidak hilang melainkan lupa ditaruh di bawah mangkoknya
Ia lalu tersenyum simpul, malu dengan aksinya barusan

Mungkin taka da maling yang mau mencuri uangnya
Kalaupun ada itu namanya maling bin goblok
Sebab penghasilannya tak seberapa
Tak cukup untuk sekali makan di restoran Jepang
Makin hari penghasilannya makin turun
Terutama saat BBM naik seperti sekarang ini
Semua kebutuhan naik sementara harga semangkok bakso tetap
Dia tak seberani presiden menaikkan BBM
Harganya tetap pun tidak laku apalagi kalau harganya naik
Orang muak melihatnya

Ia hanya bisa ngomel-ngomel sendiri
Omelannya itu tak terdengar oleh presiden, menteri, apalagi wakil rakyat
Suaranya tak dapat menembus gedung elite itu
Suaranya hanya dipakai saat pemilu itupun kalau tidak terjadi pengelembungan suara
Kalau terjadi suaranya tak tau entah hilang kemana[3]

Hasil dari jualan bakso tak seberapa
Tak juga cukup untuknya dan keluarga
Tapi ia tetap bersikukuh untuk berjualan bakso
Ia tak punya pilihan lain
Segala macam alternative seolah sudah tertutup
Maka ia tak bosan-bosannya berjualan bakso
Walaupun semuanya telah bosan melihatnya tiap hari berjualan bakso



/4/
Senja itu sepulang dari berjualan bakso
Tak sebagaimana adat biasanya
Anak-istri sudah menyambut di ruang tamu
Seperti ketika presiden mengadakan kunjungan ke daerah
Sejah sebulan sebelumnya sudah bersiap-siap menyambut
Padahal ia masih sebagaimana biasanya tak ada ubahnya
Belum naik jadi wakil rakyat apalagi presiden
Tampaknya ia sudah hafal apa yang menjadi maksud hati istri dan anak-anaknya
Pasti karena ingin minta uang
Benar saja, belum juga ia duduk
Belum juga ia melepaskan lelahnya yang sudah dipakainya seharian ini
Istrinya menyelutuk….
Pak gas habis, beras habis utang lagi udah gak mungkin kita sudah kebanyakan utang
Tono dengan tangkasnya menyahut….
Bapak besok di panggil ke sekolah Bapak besok haus datang jangan kayak kemarin-kemarin
Janji ya pak?
Langit seolah-olah runtuh
Bumi bergoncang keras lalu amblas
Lautan tumpah ke daratan
Dunia seperti kiamat
Ia alergi dengan kata-kata itu
Sangat alergi
Ia masih terduduk terdiam termenung
Tak menjawab hatinya beku lidahnya kelu
Yang keluar dari mulutnya bukan kata-kata tapi kepulan asap rokok
Asap yang berputar-putar sebentar kemudian menghilang entah ke mana

Kata-kata itu
Pak gas habis, beras habis utang lagi udah gak mungkin kita sudah kebanyakan utang
Bapak besok di panggil ke sekolah. Bapak besok haus datang jangan kayak kemarin-kemarin
Janji ya pak?
Membuatnya mala mini tak bisa memejamkan matanya
Kata-kata itu terus bersemayam di pikirannya tak mau beranjak
Suara istri dan anaknya masih terdengar berulang-ulang di telingganya
Berputar-putar memenuhi ruangan itu
Tak tau apa yang harus diperbuat
penghasilan hari ini hanya untuk modal jualan besok
itu pun harus merogoh kocek lagi
Apa yang harus ia lakukan?
Di mana lagi ia akan menggali sumur
Semua dompet tetangga sudah digali

Dalam otaknya kini hanya terlintas satu hal saja
Pikiran yang merupakan ilham dari syetan penunggu kamar itu barangkali
Entah mengapa yang terlintas justu gelang dan kalung mbak yu Ponem
Dua gelang yang melingkar di tangan kanannya
Dan kalung yang berada di lehernya
Terlihat jelas dalam benaknya
Bergelanyut jelas dalam pikirannya
Dua benda itu berangkali mencukupi untuk sekedar mengepulkan dapurnya dan membayar uang sekolah Tono
Dihutang jelas tak boleh apalagi diminta
Mau dengan jalan apa gerangan mendapatkannya
Mungkinkah dengan jalan paksa
Kayaknya tak mungkin
Aku bukan penjahat
Aku orang baik-baik
Tapi mau gimana lagi?
Mungkinkah demi mempertahankan statusnya sebagai orang baik ia harus mengorbankan dapur dan sekolah anaknya?
Memang orang baik selalu teraniaya[4]
Terbayang pertanyaan hakim yang lebih kejam dari pertanyaan Munkar-Nakir
Terbayang bagaimana jika ia harus mendekam dalam bui
Meninggalkan anak-istrinya
Meninggalkan lapak baksonya
Siapa nanti yang akan membayar sekolah anak-anaknya
Siapa nanti yang akan memenuhi kebutuhan rumah tangganya
Siapakah nanti yang akan menggantikan jualan bakso
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berperang dalam pikirannya
Terbayang juga bagaimana menderitanya menjadi narapidana
Penjara kasta bawah adalah neraka Jahanam
Penjara kasta atas bak surga Firdaus
Seandainya penjara kasta bawah sama dengan penjara kasta atas
Pasti ia sudah membawa anak istrinya pindah ke penjara saja[5]

Tapi…. Tapi…. Semua bayang-bayang ini seolah-olah kabur
Kabur oleh besarnya tekat harus membuat dapurnya terus mengepul dan biaya sekolah anaknya terbayarkan
Tekatnya hampir bulat walaupun masih ada benjol di sana-sini
Maklumlah dia tukang bakso jadi tak bisa bulat sempurna
Hatinya sudah begitu mantap
Apapun konsekuensi siap dihadapi
Apapun yang terjadi siap untuk dijalani
Ia melihat istrinya
Ia melihat anak-anaknya
Semua sudah tidur
Ia mendaratkan ciuman yang penuh di keningnya
Ciuman penuh makna
Ciuman untuk terakhir kalinya
Ia lalu meniti jalan menikung di gang itu
Jalan sunyi nan gelap
Jalan yang hanya di lalui jin lelembut
Jalannya gontai tapi hatinya sudah bulat



/5/
Pagi itu mentari tak bersinar secerah hari-hari biasanya
Matahari tersenyum lembut menembus celah-celah genteng dan rumah kayu
Menyapa Paijem, Tono dan Toto
Ia pelan-pelan mulai membuka matanya
Menyambut sinar lembutnya sang mentari walaupun matanya masih sayu
Aktivitas di rumah itu kemudian terjadi sebagaimana biasanya
Masing-masing sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri
Semua terjadi sebagaimana hari-hari biasanya
Seolah tak ada yang ganjil
Baru keganjilan itu mulai tersadari saat Tono dan Toto akan berangkat ke sekolah
Tepatnya saat mereka berdua mau meminta uang buat sekedar mengisi saku berlambang OSIS itu
Mereka mencari ayahnya di tempat tidur tak ada
Di kandang ayam pun juga nihil
Tak ada yang tau kemanakah ayahnya pergi
Padahal hari ini ia telah berjanji kepada Tono untuk datang ke sekolah
Tono sengaja tak bercerita kepada ayahnya tentang kejutan itu
Tono lulus ujian seleksi beasiswa dari perusahaan terkenal di kota itu
Maka bapaknya tak perlu lagi harus membayar biaya sekolahnya sampai ia lulus
Ia ingin memberi surprise kepadanya
Ia ingin melihat wajah bapaknya bangga
Ia ingin melihat wajahnya bapaknya tersenyum bahagia

Tapi pagi ini ia entah kemana
Dicari di tempat biasanya berjualan bakso juga tak ada
Kemanakah gerangan ia pergi
Sampai matahari kembali ke peraduannya pun tidak juga ia kembali
Mungkinkah ia ditelan bumi?
Tapi tidak mungkin,
Bumi pasti muntah menelan orang seperti itu



/6/
Hari sudah berganti pagi lagi
Mentari telah menyapa kembali
Namun Pak sugiman tak kunjung menyapa
Anak-istrinya sudah keliling kampung tak juga kunjung ketemu
Apakah mereka harus berkeliling di seribu kota untuk mencarinya

Tak ada tanda-tanda akan kepulangannya
Lapak tempat ia berjualan bakso pun sejak dua hari ini tutup
Yang bercakap-cakap hanyalah kecoak-kecoak, semut merah dan cicak
Yang setiap hari menjadi teman kesehariannya
Mungkin hari ini ia telah merindukannya


[1] Banyak orang yang tidak mau merubah jalan hidupnya. Misalnya dari muda hingga tua menjadi tukang bakso terus. Tidak ada usaha untuk meningkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Padahal pendapatannya tidaklah mencukupi kebutuhan. Tidak ada upaya sedikitpun untuk merubah jalan hidupnya menjadi lebih baik. Segala alternatif seolah-olah sudah tertutup.  
[2] Berasal dari peribahasa “mulutmu adalah harimaumu”. Tetapi karena kebanyakan mengumpat dengan hewan yang berkonotasi negatif. Seperti, anjiiing…!!!! Maka berubah menjadi “mulutmu kebun binatangmu”. 
[3] Aspirasi rakyat kecil tidak akan pernah terdengar oleh para wakil rakyat. Kebijakan yang mereka keluarkan pun kebanyakan tidak merakyat melainkan menjerat rakyat. Kebijakan itu bukan disesuaikan dengan kepentingan rakyat kecil melainkan disesuaikan dengan kepentingannya sendiri beserta partai yang telah mengusungnya. Suara rakyat kecil hanya digunakan saat Pemilu itupun kalau tidak terjadi kecurangan. Misalnya pada Pemilu Presiden dan wakil presiden tahun 2014, Tim Pembela Merah Putih yang menjadi kuasa hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa merinci dugaan pelanggaran Pilpres 2014 di 33 provinsi Indonesia. Rincian itu dituangkan dalam laporan gugatan yang diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasarkan dokumen Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 yang dipublikasi melalui situs resmi www.mahkamahkonstitusi.go.id, Tim Pembela Merah Putih antara lain menyebutkan adanya pelanggaran di Provinsi Aceh, yakni adanya kejanggalan bahwa jumlah seluruh Pengguna Hak Pilih di provinsi itu tidak sama dengan jumlah surat suara yang digunakan.
Kubu Prabowo-Hatta menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Provinsi Aceh beserta jajarannya (panitia pemilihan kecamatan dan kelompok penyelenggaran pemungutan suara) tidak dapat menjalankan tupoksinya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga Pilpres yang demokratis tidak tercapai. Sedangkan di Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Nias Selatan, kubu Prabowo-Hatta mengatakan bahwa KPU setempat menggunakan kekuasaannya untuk mengubah hasil perolehan suara pasangan calon nomor urut 2 menjadi 100 persen hingga 200 persen.

Pada bagian ini Tim Prabowo-Hatta menyatakan telah mengajukan keberatan kepada panitia pengawas pemilu (Panwaslu) dan telah diakomodasi dengan dikeluarkannya rekomendasi pemungutan suara ulang di sejumlah TPS, namun rekomendasi itu belum dijalankan KPU di sana. Lalu di Provinsi Sumatera Barat, disebutkan terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif berupa mobilisasi pemilih melalui daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb). Hal ini menurut tim Prabowo-Hatta, terindikasi dari jumlah seluruh pengguna hak pilih tidak sama dengan jumlah suara sah dan tidak sah. Di Provinsi Riau, Jambi serta Bangka Belitung, tim Prabowo-Hatta menyatakan bahwa terdapat masing-masing 444.756, 213.789 dan 78.581 pengguna hak pilih yang bermasalah. Sementara di Lampung dan Jakarta juga terdapat dugaan mobilisasi pemilih melalui DPKtb, di mana khusus di Provinsi DKI Jakarta, pengawas pemilu telah merekomendasikan kepada KPU DKI Jakarta agar dilakukan pengecekan terhadap 5.817 TPS serta Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 13 TPS, namun hanya rekomendasi PSU yang dijalankan oleh KPU. Lebih jauh untuk Provinsi Jawa Barat tim Prabowo-Hatta mengaku tidak mendapatkan respon yang kuat dari KPU setempat untuk mengakomodir serta menyelesaikan penyimpangan-penyimpangan yang telah diajukan melalui pengawas pemilu. Sedangkan dugaan pelanggaran lain juga dinilai terjadi di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, NTT, seluruh provinsi di Pulau Kalimantan dan Sulawesi, Maluku Utara, serta Papua dan Papua Barat.
[4] Dalam sebuah hadist pernah disabdakan oleh rasulullah SAW bahwa “Dunia adalah penjara bagi kaum muslimin dan surga bagi orang-orang kafir”. Maka tidaklah mengherankan kalau hidupnya orang baik kadang teraniaya dan menderita karena memang dunia ini penjara baginya. Namun, semua itu akan diganti oleh Allah SWT dengan kenikmatan-kenikmatan surganya sampai ia merasa di dunia ini sama sekali tidak pernah merasakan pahitnya hidup ini.
[5] Penjara kaum elite lebih mewah dan berfasilitas lengkap daripada rumah orang miskin. Saat Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum melakukan inspeksi mendadak ke dalam sel penjara Artalyta Suryani alias Ayin semalam. Inspeksi juga dilakukan di sel-sel lain di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur, tempat terpidana perkara suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan itu menjalani hukuman lima tahun penjara. Ditemukan berbagai penyimpangan. "Ada sejumlah tahanan menerima fasilitas lebih lengkap," kata Denny.
Di sel Liem Marita alias Aling, misalnya, ditemukan berbagai fasilitas yang melebihi tahanan lainnya, antara lain tempat tidur, kulkas, ruang tamu, sofa, radio-tape, serta meja kerja. Bahkan Satuan Tugas menemukan ruang karaoke yang dilengkapi televisi.
Saat mendatangi sel Artalyta, Satuan Tugas mendapati ruang penjara Ayin terpisah dari sel para tahanan lain. Bahkan ada pintu khusus menuju ruangan besar yang dihuni orang dekat Sjamsul Nursalim ini. "Ruangannya mencapai 8 x 8 meter," ujar Denny.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar