Jumat, 23 Oktober 2015

Tegas dan Tidak Plin-Plan Namun Tetap Menghormati Terhadap Perbedaan Pendapat



Merupakan suatu realitas yang tidak bisa dipungkiri bahwa umat Isam terpecah ke dalam beberapa golongan. Dan masing-masing golongan mempunyai pemahaman dan amalan yang berbeda-beda. Lalu kita harus begaimana? Golongan mana yang seharusnya kita pilih? Adapun banyak orang-orang yang alih-alih tidak mau bergolongan (dianggap ikut kepada golongan tertentu) tetapi pada kenyataannya pemikiran dan amalannya mengikuti suatu golongan tertentu. Lalu kalau begitu apa bedanya?

            Untuk itu kita harus bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat ini. Kita harus bisa menghormati pendapat tiap-tiap golongan yang tidak diberikan label sesat oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia). Namun di sisi lain kita harus tegas dan tidak boleh plin-plan. Karena pada dasarnya ketegasan itu adalah akhlak terpuji (Akhlaqul Mahmudah/Karimah) sedangkan plin-plan adalah akhlak tercela (Akhaqul Mazmumah). Seseorang dikatakan tidak tegas alias plin-plan apabila ada satu permasalahan kemudian muncul dua pendapat yang berlawanan kemudian pada satu waktu seseorang mengikuti kelompok pertama kemudian pada waktu berikutnya dia mengikuti kelopok kedua. Misalnya, permasalahan perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Kelompok pertama menganggap merayakannya dianggap sunnah sedangkan kelompok kedua menganggapnya bid’ah. Kemudian si A pada tahun 2015 merayakan (mengikuti kelompok pertama) lalu pada tahun 2016 si A tidak ikut merayakan (mengikuti kelompok kedua). Hal ini namanya bukan menghormati atau toleransi (Tasamuh) melainkan sikap plin-plan. Karena menurut kaidah logika apabila ada dua pernyataan yang berbeda maka tidak mengkin keduanya sama-sama benar. Melainkan ada salah satunya yang salah atau bahkan salah semua.
            Sikap plin-plan engan cara mengaburkan pandangan hukum logika merupakan suatu usaha untuk mengaburkan syari’at Islam. Dalam sejarah orang-orang kafir ketika sudah banyak cara dilakukan untuk mempengaruhi Nabi Muhammad SAW untuk meninggalkan Agama Islam dan menemui kegagalan maka kemudian orang-orang kafir tersebut menerapkan strategi ini. Dalam sebuah riwayat dikemukakan bahwa kaum kafir Quraisy berkata kepada Nabi saw.: "Sekiranya engkau tidak keberatan mengikuti kami (menyembah berhala) selama setahun, kami akan mengikuti agamamu selama setahun pula." Maka turunlah Surat Al Kafirun berikut ini.
قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ ١  لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ ٢  وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٣  وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ ٤ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٥  لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ ٦
Artinya:
“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku". (Q.S. Al kafirun 109:1-6)
            Jika kita tetap menganggap kedua pendapat yang saling bertentangan tersebut semuanya benar maka syari’at Islam akan mudah sekali dikaburkan. Sampai pada akhirnya orang-orang kafir berani membungkus kemaksiatan dengan sesuatu yang indah dan Islami. Kemudian umat Islam akan mengiyakan begitu saja.
            Lalu bagaimanakah sikap kita yang bijak yakni tegas dan tidak plin-plan namun tetap menghormati? Sikap kita seharusnya seperti ini:
1.       Perhatikanlah apakah kelompok tersebut termasuk kelompok sesat ataukah tidak. Adapun kriteria kelompok tersebut dinyatakan tersesat apabila memenuhi salah satu atau beberapa kriteria yang telah ditetapkan oleh MUI berikut ini.
a.       Mengingkari rukun iman dan rukun Islam.
b.      Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Al Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW).
c.       Meyakini turunnya wahyu setelah Al Qur’an.
d.      Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al Qur’an.
e.       Melakukan penafsiran Al Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
f.       Mengingkari kedudukan hadits nabi sebagai sumber ajaran Islam.
g.      Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
h.      Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir.
i.        Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah.
j.        Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i[i]
2.       Jika kelompok tersebut ternyata tergolong sesat maka tinggalkanlah segala pendapatnya. Kita tidak perlu lagi menghormati pemikirannya karena pada dasarnya mereka telah kafir sedangkan kita umat Islam diharuskan untuk bersikap keras terhadap orang-orang kafir sebagaimana firman Allah SWT berikut ini.
مُّحَمَّدٞ رَّسُولُ ٱللَّهِۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ تَرَىٰهُمۡ رُكَّعٗا سُجَّدٗا يَبۡتَغُونَ فَضۡلٗا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٗاۖ سِيمَاهُمۡ فِي وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِۚ وَمَثَلُهُمۡ فِي ٱلۡإِنجِيلِ كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطۡ‍َٔهُۥ فَ‍َٔازَرَهُۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ ٱلۡكُفَّارَۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِنۡهُم مَّغۡفِرَةٗ وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا ٢٩
Artinya:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku´ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Q.S. Al Fath 48:29)
3.       Jika kelompok tersebut tidak termasuk ke dalam kelompok yang sesat maka lihatlah pendapatnya lalu bandingkan dengan kelompok lain.
4.       Apabila suatu kelompok berpendapat bahwa suatu amalan itu hukumnya sunnah sementara yang lain menghukumi bid’ah maka jangan melakukan amalan tersebut.
Pasalnya, setiap pendapat kelompok itu mempunyai peluang benar tetapi juga mempunyai peluang salah. Andaikan kelompok yang menganggap suatu amalan itu sunnah itu benar sedangkan yang menganggap bid’ah itu salah sedangkan kita tidak melakukannya maka tidaklah mengapa. Memang rugi sih, tetapi kita bisa melakukan amalan sunnah lain yang disetujui oleh tiap-tiap kelompok yang tidak terkategorikan sesat tersebut. Lagi pula dengan tidak melaksanakan amalan tersebut bukan berarti kita memusuhi atau tidak menghormati melainkan kita bersikap antisipatif. Dalam Islam pun demikian, meninggalkan amalan sunnah tidak dianggap dosa kecil sekalipun. Hanya tidak mendapatkan keutamaan dari sunnah tersebut. Namun dengan melakukan amalan sunnah yang lain artinya kita mendapatkan keutamaan dari amalan tersebut walaupun dengan berberat hati kita meninggalkan amalan sunnah yang lain. Dan kita juga tidak akan pernah mampu melaksanakan semua amalan sunnah sebab dalam satu waktu ada puluhan amalan sunnah. Kita terbatas untuk melakukan hal tersebut.
Akan tetapi seandainya yang benar adalah kelompok yang menganggap bid’ah maka ketika kita melakukan hal tersebut sama halnya kita telah berbuat dosa besar kedua setelah syirik. Misalnya, membaca surat Ya Sin  di malam jum’at dianggap sunnah bagi kelompok tertentu namun juga dianggap bid’ah oleh kelompok yang lain. Maka sebaiknya mengamalkan surat Ya Sin di malam jum’at. Waktu yang seharusnya digunakan untuk membaca surat Ya Sin kita gunakan untuk membaca surat Al Kahfi.   
5.       Apabila salah satu kelompok menganggap wajib sementara yang lain menganggap mubah maka sebagai langkah antisipatif maka sebaiknya lakukan amalan tersebut. Sebab apabila amalan tersebut memang wajib berarti kita telah melaksanakannya dan tidak berdosa. Namun jika ternyata mubah maka tidaklah mengapa kita melakukannya. Toh, kita tidak berdosa.
6.       Apabila salah satu kelompok menyatakan wajib sementara kelompok lain menganggap bid’ah atau haram sebaiknya ikutilah sikap para ulama salafus shalih. Namun pendapat yang demikian sangat jarang kita temukan.
Semoga kita menjadi lebih bijak lagi dalam menyikapi perbedaan pendapat ini. Adapun artikel ini merupakan peringatan bagi kita sekalian. Jangan sampai kita nanti terjerumus ke dalam api neraka akibat mendustakan peringatan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar